Belajar Leadership dari Tim Formula One Mercedes

 Belajar Leadership dari Tim Formula One Mercedes

Belajar Leadership dari Tim Formula One Mercedes

oleh Arcandra Tahar

Majalah Harvard Business Review pada bulan November 2022 menulis sebuah artikel menarik berjudul Number One in Formula One (F1). Artikel ini bercerita tentang strategi Toto Wolf, tim principal Mercedes-AMG PETRONAS F1 yang sukses membawa timnya memenangi 7 dari 9 musim terakhir di Constructors’ Championship Formula One.

F1 adalah kompetisi balap paling bergengsi sejagad raya. Ada sekitar setengah miliar orang yang menonton lewat layar televisi dan 400 ribu-an orang yang menyaksikan langsung di arena balap. Jangankan menjadi juara, lolos kualifikasi saja sudah sebuah prestasi besar. Sering kali pemenangnya ditentukan oleh selisih waktu yang sangat tipis, sepersekian detik.

Memiliki driver (pembalap) hebat tidak menjadi jaminan bagi sebuah tim bisa memenangkan balapan. Dibutuhkan mobil dengan engineering handal dan tim yang punya leadership terbaik, yang bisa mengambil keputusan tepat pada saat balapan berlangsung. Keliru dalam menjalankan strategi akan berakibat fatal dan gagal menjadi juara, walaupun mobil dan pembalapnya dalam kondisi terbaik. Contoh tentang hal ini banyak kita liat di setiap balapan F1.

Banyak yang beranggapan bahwa seorang pembalap F1 adalah seorang sopir yang mengendarai mobil. Kadang kita menganggap semua sopir itu sama, padahal tidak. Seorang ayah yang mungkin bisa merangkap sebagai sopir keluarga belum tentu bisa bertanding di sirkuit Sentul misalnya.

Selain jenis mobil yang disopiri berbeda, untuk bisa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi memerlukan kekuatan fisik yang prima. Kenapa? Setiap tikungan yang dilalui dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan gaya centripetal atau centrifugal yang bisa membuat anggota tubuh seperti didalam roller coaster. Pusing dan berkunang-kunang. Bayangkan! Naik roller coaster yang hanya dalam hitungan detik saja sudah pusing, bagaimana dengan pembalap F1 yang harus melaluinya bisa lebih dari satu jam.

Kembali ke artikel dalam majalah ini, Toto Wolf memberikan enam resep untuk bisa memimpin tim F1 sekelas Mercedes.

Pertama, set the highest standard for everyone. Sewaktu Mr Wolf pertama kali menjadi team principal di Mercedes, beliau mengunjungi pabrikan mobil balap Mercedes di Brackley, Inggris. Beliau terkejut melihat lobby tempat menerima tamu tidak mencerminkan sebagai tempat yang representative. Beliau minta ruangan ini untuk direnovasi segera.

Tidak sampai disitu perhatian beliau terhadap hal kecil yang kadang kala dianggap tak penting. Beliau juga meminta bathroom di hospitality area selama balapan juga diperbaiki. “Inilah wajah Mercedes ke sponsor dan stakeholder sewaktu mereka berkunjung pada saat perlombaan” kata Mr Wolf.

Beliau juga memerintahkan untuk mengangkat seorang manager hygiene agar kebersihan di tempat kerja terjamin dengan baik. Perhatian beliau ke hal yang detail dan membuat standar tertinggi di semua lini organisasi menjadi salah satu resep yang beliau sampaikan.

Resep kedua adalah put people front and center. Mr Wolf mengatakan bahwa beliau bukan orang yang melakukan balapan tapi memimpin orang yang melakukannya. Setiap manusia tentu punya harapan, mimpi, rasa takut dan rasa cemas.

Mengetahui sifat dan perilaku dari semua yang terlibat baik itu pembalap, engineer, pimpinan Mercedes, sponsor, media maupun penyelenggara, tentu akan membantu beliau dalam memimpin tim untuk memenangkan balapan. Sentuhan-sentuhan dari sisi kemanusian sangat dibutuhkan dalam mengelola stress dan pressure selama balapan.

Resep ketiga adalah analyze mistakes, even when winning. Maksudnya selalu melakukan analisa kesalahan yang terjadi walaupun dalam keadaan tim memenangkan balapan. Performance yang excellent tidak berarti tim tidak membuat kesalahan. Setiap orang dituntut untuk berkata jujur terhadap apa yang terjadi sehingga membuka ruang untuk melakukan perbaikan di masa depan.

Dalam keadaan menang atau kalah, resep ini harus secara konsisten dilakukan. Mr. Wolf mengatakan bahwa “kalau kita tidak tahu apa yang terjadi pada saat menang maka dapat dipastikan kita juga tidak bakal tahu apa yang terjadi pada saat kalah”.

Resep keempat adalah foster an open, no blame culture. Selalu merawat budaya keterbukaan dan tidak menyalahkan orang lain. Dalam melakukan analisa kesalahan setelah balapan selesai, sering bermuara kepada menunjuk kepada pihak yang melakukan kesalahan. Tapi budaya seperti itu tidak diperbolehkan di tim Mercedes. Mr Wolf akan selalu berdiri di depan untuk membela anggota timnya terhadap serangan pihak lain. Beliau berpendapat bahwa kesalahan tersebut mungkin saja muncul karena beliau yang tidak menyediakan tool dan orang terbaik.

Resep Kelima adalah trust superstars but maintain authority. Dalam memimpin tim Mercedes, Mr Wolf memberikan kepercayaan penuh kepada pembalapnya. Sebagai seorang superstar, pembalap Mercedes kadang juga punya aktivitas lain selain membalap yang kadang-kadang banyak menyita waktu.

Mr. Wolf berprinsip selama pembalap bisa menunjukkan performance terbaiknya sewaktu balapan dan bersikap profesional terhadap kebebasan yang diberikan maka beliau akan mendukung. Tapi kalau prinsip itu dilanggar maka beliau tidak segan-segan untuk bertindak tegas.

Resep terakhir adalah relentlessly battle complacency. Maksudnya Mr. Wolf selalu melawan rasa berpuas diri. Setelah kemenangan di satu balapan maka competitor tidak akan tinggal diam umtuk mengalahkan tim Mercedes di arena balapan selanjutnya. Untuk itu beliau selalu memotivasi setiap anggota timnya untuk berkompetisi dengan anggota tim lawan dari semua segi.

Itulah kira-kira resep yang diberikan oleh team Principal Mercedes untuk memenangkan kompetisi tingkat dunia. Untuk menjadi organisasi yang mampu bersaing secara global diperlukan tim yang kuat, dipimpin oleh seorang leader yang berpengalaman dan sopir yang tangguh. Dan memang tidak semua sopir itu sama.

Semoga tulisan ini menjadi inspirasi yang bermanfaat.

Note ; pemuatan tulisan atas persetujuan penulis. bisa juga dibaca di IG @Arcandra.tahar

Abrar

https://abrarinspiration.com

Adrius Abrar, IPM, PMP® Total works experience ; 31 years, most in EPC (Engineering, Procurement & Construction)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *